BAB I
SEJARAH SINGKAT SINODE GKJ
A. PENDAHULUAN
Sejarah adalah catatan tentang suatu peristiwa nyata di masa lampau. Sejarah dapat menjadi sebuah cerita maupun petunjuk bagi generasi sesudahnya. Oleh karena itu belajar dari sejarah merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang. Sejarah mencakup berbagai bidang kehidupan. Mempelajari sejarah dapat membuat seseorang mengambil sisi positif dari suatu peristiwa di masa lampau untuk dapat mengembangkan suatu keadaan yang lebih baik dimasa sekarang maupun yang akan datang. Banyak hal membuktikan bahwa keberhasilan maupun eksisnya suatu hal atau seseorang adalah karena didukung oleh factor sejarah yang menyertainya.
Hal tersebut juga berlaku dalam kehidupan bergereja. Gereja juga perlu melihat sejarah untuk dapat berkembang menjadi sebuah gereja yang mandiri dan dewasa. Gereja tidak dapat meninggalkan sejarah dalam jalannya kehidupan gereja sebab apa yang terjadi di masa lalu juga berpengaruh pada masa kini dan terkhusus untuk pengembangan masa depan gereja. Dengan mempelajari sejarah gereja berarti seseorang melihat keadaan gereja pada jaman yang telah lalu dengan semua hal yang terjadi di dalamnya.
Melalui sejarah yang ada dapat diketahui bagaimana kiprah, peran dan perkembangan gereja tertentu seiring dengan perubahan masa. Bagaimana gereja berhubungan dengan dunia sekitarnya yang mendewasakan atau membentuk gereja yang ada. Dari sejarah pula gereja dapat berefleksi melalui kejadian/peristiwa yang berguna untuk menunjang kehidupan bergereja.
Sejarah gereja juga sangat penting bagi seseorang yang hendak bekerja di dalamnya, dalam pelayanan gereja, terkhusus bagi pendeta. Karena itu oleh sinode GKJ, sejarah gereja menjadi salah satu mata bimbingan bagi calon pendeta dan diujikan dalam peremtoir. Bagi calon pendeta, belajar sejarah gereja berarti belajar untuk mengenal akan sosok gereja yang akan dipimpinnya. Mengenal dalam artian sesungguhnya, mulai dari awal mula berdirinya, perkembangan dan pertumbuhan gereja dari jaman ke jaman, dan pertumbuhan gereja tersebut menjadi gereja yang dewasa dan visioner. Dengan mengenal jemaat yang akan dipimpinnya maka seorang pendeta akan mengetahui arah dan tujuan yang hendak dicapai untuk membawa gerejanya. Dengan demikian dia akan menjadi seorang pendeta yang dapat membawa gerejanya ke arah yang lebih baik. Penguasaan sejarah gereja masing-masing membantu calon pendeta untuk menentukan cara atau program yang baik untuk perkembangan gerejanya menuju ke sebuah gereja yang visioner.
B. SEJARAH SINODE GKJ
Kekristenan masuk ke tanah Jawa bersamaan dengan masuknya misi dagang VOC ke Jawa. Semasa VOC dikirim tenaga-tenaga untuk pemeliharaan rohani orang-orang Belanda di Nusantara, 254 pendeta dan + 800 penghibur orang sakit. Kehadiran VOC beserta tenaga rohaniawan di Nusantara memberikan dampak positip terhadap munculnya kekristenan khususnya di Jawa. Kemudian mulai masuk pekabar-pekabar Injil dari NZG (Nederlansche Zendeling Genootschap) bekerja sama dengan London Missionary Society pada masa pemerintahan Inggris (1811-1816). Setelah Inggris tidak berkuasa lagi dan VOC dibubarkan, Pemerintah Kolonial Belanda mulai berkuasa (1816-1942) dan pada masa inilah pekabaran Injil di tanah Jawa membuahkan hasil.
Pekabaran Injil kepada orang-orang Jawa dilakukan oleh kaum awam kepada orang jawa, diantaranya adalah Ny. Philips (Banyumas, 1858), Mr. Anthing ( Jakarta), E.J.Le Jolle (Nyemoh, 1855), Coolen (Ngoro, 1827), Ds. Bruckner (Semarang, 1814), Keuchenius (Tegal, 1863), Stegerhoek (Solo), J. Emde (Surabaya, 1856), Ny, Philips Stevens (Purworejo, 1860). Mereka secara pribadi melakukan misi pekabaran Injil tersebut langsung kepada orang-orang Jawa di sekitar mereka. Usaha pekabaran Injil yang mereka lakukan ternyata membuahkan hasil yang menggembirakan sebab dari cara Pekabaran Injil mereka telah menumbuhkan generasi pertama orang-orang Kristen Jawa. Generasi pertama orang-orang Kristen di Jawa tersebut diantaranya: Kyai Sadrah, Kyai Tunggul Wulung, Gan Kwee, Laban, Vrede dan Leonard. Selanjutnya oleh generasi pertama orang Kristen inilah kekristenan diperkenalkan kepada masyarakat Jawa. Pekabaran Injil yang dilakukan oleh kaum awam pada perkembangannya diteruskan oleh Badan Pekabaran Injil (Zending), diantaranya tercatat Zending yang melakukan Pekabaran Injil di Jawa adalah NZG dan NGZV Zending dalam melakukan Pekabaran Injil dengan membuka pelayanan umum kepada masyarakat, melalui sekolah dan pelayanan kesehatan.
Pada perkembangan berikutnya, tahun 1892 NGZV berhenti berkarya dan bersamaan dengan itu muncul gereja-gereja Gereformeerde di Belanda. Mereka mempunyai pemahaman baru bahwa Pekabaran Injil adalah tugas gereja dan bukan tugas organisasi Pekabaran Injil. Dengan pemahaman baru itu maka mulai tahun 1892 Pekabaran Injil di Jawa (Tengah) dilakukan oleh gereja –gereja Gereformeede di Nederland (GKN = Gereformeede Kerken in Nederland), termasuk wilayah NGZV (Nederlansche Gereformeede Zending Vereniging) menjadi tanggung jawab GKN, mereka menjadi gereja pengutus bagi para Pekabar Injil.
Peran orang-orang pribumi dalam Pekabaran Injil tidak dapat diabaikan. Mereka menjadi cikal bakal pertumbuhan dan perkembangan Gereja Gereja Kristen Jawa. Kyai Sadrah tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan GKJ. Setelah Kyai Sadrah menerima Injil (1867) kemudian dia mengabarkan kekristenan kepada orang-orang Jawa. Diantara orang-orang Jawa timbullah kelompok-kelompok Kristen. Diantaranya di daerah Purworejo, Tegal dan Banyumas. Baptisan pertama bagi orang Jawa terjadi di Semarang (1858), di Purworejo (1860). Dari kelompok Kristen yang ada kemudian menyebar ke Yogyakarta, Surakarta dan keseluruh Jawa Tengah. Dalam pekabaran Injil-nya Kyai Sadrah tetap menggunakan symbol atau adat Jawa, dengan kata lain, imannya dihayati dan diungkapkan sebagai seorang Jawa tulen. Dengan berkembangnya “kekristenan Sadrah”, maka ada dua corak kekristenan di Jawa Tengah; Kekristenan Jawa dan kekristenan Belanda. Kyai Sadrah mengembangkan atau memimpin kekristenan Jawa untuk membedakan dari kekristenan Belanda (Kristen Londo). Kerjasama dengan Gereja Belanda (NGZV) tetap ada namun hanya sebatas hal Baptisan dan Perjamuan Kudus. Ia tidak mau diperintah oleh Gereja Belanda. Sikap inilah yang akhirnya menimbulkan pertentangan antara kelompok Sadrah dan pihak NGZV. Pihak NGZV berusaha menundukkan Kyai Sadrah dengan bantuan pemerintah dan akhirnya perpecahan gereja pun terjadi. Sebagian kecil mengikuti NGZV dan sebagaian besar mengikuti Kyai Sadrah.
Bersamaan dengan perpecahan yang terjadi, Pekabaran Injil NGZV diambil alih oleh GKN. GKN kemudian menjalin kerja sama dengan Sadrah dan berniat mempersatukan kembali gereja yang terpecah. Hubungan baikpun terjalin dengan GKN sampai Kyai Sadrah meninggal (1924). Pengganti Kyai Sadrah, Jotham, tetap bekerja sama dengan GKN dan akhirnya banyak pengikut Sadrah yang menggabungkan diri dengan gereja Gereformeed. Dalam perkembangan kekristenan di Jawa Tengah, GKN membagi daerah Jawa Tengah menjadi 5 wilayah Pekabaran Injil;
1. Amsterdam mengampu wilayah Yogyakarta.
2. Rotterdam mengampu wilayah Banyumas.
3. Utrecht mengampu wilayah Purworejo.
4. Heeg mengampu wilayah Kebumen.
5. Delft mengampu wilayah Wonosobo.
Pekabaran Injil oleh GKN ini memberikan kedewasaan pada Gereja Gereja Kristen Jawa. GKN juga mendorong gereja-gereja untuk mandiri dengan menetapkan pejabat-pejabat gerejawi dari masing-masing anggota jemaat. Pada tanggal 17-18 Pebruari 1931 untuk pertama kalinya diselenggarakan sidang “Synode Pasamoewan Gereformeed Djawi Tengah” bertempat di Kebumen, dan tanggal 17 Pebruari ditetapkan sebagai hari lahirnya Sinode GKJ.
Pada sidang sinode pertama tersebut dihadiri oleh utusan-utusan dari 5 Klasis; Klasis Solo, Klasis Yogyakarta, Klasis Purworejo, Klasis Purbalingga, Klasis Kebumen. Sejak lahirnya GKDTS pada sidang Sinode Pertama, GKJ mulai tumbuh dan berkembang dengan dewasa, terlebih mulai tahun 1940 atau masa pendudukan Jepang, GKJ sudah putus hubungan dengan GKN sehingga mengharuskan GKJ mandiri dalam mengurusi kehidupan gereja dan Pekabaran Injil.
Pada tahun 1949 terjadi usaha penyatuan antara gereja-gereja Kristen Jawa Tengah Selatan dan Gereja Kristen Jawa Tengah Utara. Persatuan gereja-gereja tersebut terjadi dalam sinode kesatuan yang disebut Sinode Gereja Gereja Kristen Jawa Tengah. Penyatuan tersebut didasarkan pada hal-hal prinsip yang ada dalam kedua gereja-gereja yaitu tentang kesamaan bahasa, suku, dogma dan kitab suci. Namun apa yang dipandang prinsip tersebut ternyata masih “kurang kuat”, terbukti tahun 1953 kesatuan antara GKJTS dan GKJTU berakhir.
Pekabaran Injil yang dilakukan oleh GKJ semakin meluas ke daerah Jawa Tengah bagian Utara, selain itu Pekabaran Injil GKJ meluas sampai Pulau Sumatera bagian Selatan. Pekabaran Injil didaerah ini berawal ketika banyak orang orang Jawa yang transmigrasi sehingga daerah Lampung dan Sumatera Selatan menjadi ajang Pekabaran Injil bagi gereja-gereja Jawa. Karena perkembangan semakin pesat maka sejak Sidang Sinode GKJ IV tahun 1953 Kawasan Lampung dan Palembang ditetapkan menjadi Klasis sendiri yaitu Klasis Sumatera Selatan.
Dalam persidangan Sinode XII di Klaten pada tahun 1973, diputuskan pembagian wilayah kerja sinode dalam 3 (tiga) sinode wilayah, yaitu:
- Sinode wilayah I, mempunyai wilayah kerja di Klasis Palembang, Metro, Bandarjaya, Seputih Rahman, dan Sri Bawono.
- Sinode wilayah II, mempunyai wilayah kerja di Klasis Banyumas Utara, Banyumas Selatan, Kebumen, Purworejo, Kedu, Yogyakarta Barat, Yogyakarta Timur dan gunung Kidul.
- Sinode wilayah III, mempunyai wilayah kerja di Klasis Surakarta barat, Surakarta Timur, Blora-Bojonegoro, Purwodadi, Semarang, & Tegal.
Pesatnya perkembangan gereja-gereja di sumatera bagian Selatan membawa kemandirian penuh menjadi sinode tersendiri lepas dari Sinode GKJ. Wilayah ini pada tahun 1987 dimandirikan menjadi sinode GKSBS. Karya Pekabaran Injil GKJ terus berkembang dan pada saat ini GKJ ada 266 buah yang tersebar di 6 propinsi di pulau Jawa (DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur). GKJ terhimpun dalam 26 Klasis, jumlah warga GKJ lebih kurang 226.952 orang.
BAB II
SEJARAH GEREJA KRISTEN JAWA CILACAP
A. AWAL MULA BERDIRINYA GKJ CILACAP.
Timbulnya jemaat di Cilacap tidak lepas dari karya Pekabaran Injil jemaat Adireja. Jemaat Adireja sendiri tumbuh atas Pekabaran Injil Ds. BJ Esser yang pada tahun 1913 mengadakan kebaktian di Adireja. Pada tahun 1916 seorang Guru Injil yaitu AR. Misael ditempatkan di Adireja untuk mengabarkan Injil. Perkembangan Pekabaran Injil di Adireja cukup pesat sehingga pada tanggal 18 Juli 1920 Jemaat Adireja didewasakan menjadi GKJ Adireja. Sejak berdirinya GKJ Adireja tersebut maka Pekabaran Injil terus dilakukan ke daerah-daerah lainnya termasuk sampai ke daerah/desa Cilacap.
Pekabaran Injil ke daerah Cilacap dimulai sejak 1925. ketika itu sebulan sekali mulai bulan Septembar 1925 Cilacap didatangi Majelis dari Adireja, yaitu pada hari Minggu. Waktu itu kota Cilacap telah terkenal sebagai kota pelabuhan juga terkenal karena penyakit malaria. Tidak sedikit penduduk di Cilacap dan sekitarnya yang terserang penyakit tersebut, bahkan banyak pula yang meninggal karenanya.
Agama Kristen mendapat gangguan dari golongan bukan Kristen yang fanatik. Pada Saat itu Partai Serikat Islam tengah berkembang dengan subur. Seorang diantara anggota Partai itu bernama Wirdyodikromo. Semula ia sangat tidak simpati kepada agama Kristen, tetapi pada akhirnya saudara tadi sadar atas kekeliruannya. Lebih dari itu, sdr. Wiryodikromo bahkan bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus. Kejadian ini bukan tanpa resiko, Istri Wiryodikromo tidak setuju dan minta diceraikannya. Ia sudah melarikan diri dari rumah. Agaknya Roh Kudus melindungi keluarga ini. Sejenak setelah dijelaskan untungnya seorang bertobat kepada Tuhan Yesus, istri Wiryodikromo kembali kerumah dan mengikuti Tuhan Yesus menerima Baptis Kudus. Pelaksanaan Baptis dilakukan oleh Ds. BJ. Esser.
Pada tahun 1926 Bp. Ds. AR. Misael meninggalkan Adireja dan pindah ke Cilacap untuk memulai pelayanan di GKJ Cilacap. GKJ Cilacap dimulai dengan rumah sewaan. Bp. Ds. AR. Misael mula-mula menyewa sebuah rumah milik Pak M. Mukmin pada tahun 1926. rumah yang akhirnya dibeli ini terletak di Sidakaya dan sekarang beralamat di JL. Dr. Wahidin No. 38 atau sebelumnya Jl. Johar 25 Cilacap. Didepan rumah inilah kebaktian Minggu mulai diadakan. Kampung ini dihuni oleh para karyawan (buruh) kapal pelabuhan dengan rumahnya yang kecil. Rumah-rumah mereka hanya bertiang 4 dari bambu. Pegawai-pegawai cukai (duane) tinggal tersebar di Tambakreja, Manggisan, Sidanegara dan Cilacap.
Sebelum ada kegiatan kebaktian, pada saat-saat tertentu Bp. AR. Misael sering berpikir “Kalau dihalaman ini digunakan untuk kebaktian, meskipun tidak ikut kebaktian, namun orang-orang akan mendengar”. Selanjutnya, dengan Kidung No. 161:1 Bp. AR Misael menggunakannya untuk membuka pertemuan pertemuan di rumah-rumah orang Kristen.
Bait: Pundi kang najis tan kenging.
Mlebet dhateng swarga
Tuwan tan sudi ningali sebarang kang najis
Nyuwun suci, nyuwun suci.
Bait tersebut dibaca lalu dinyanyikan. Mendengar suara orang menyanyi (ngidung) tetangga-tetangga di sekitar rumah mereka keluar untuk mendengarkan. Isi bait kidung itu diterangkan lalu berdoa, akhirnya ditutup.
Disini jelas betapa pentingnya suara nyanyian. Betapa perlunya nada-nada dalam usaha perluasan Kerajaan Allah. “Saudara-saudara yang belum punya atau belum jelas, silakan datang ke rumah saya. Akan saya terima dengan senang hati, akan diterima dengan 4 tangan, tangan saya dan tangan istri saya” demikian selalu dikatakanya kepada mereka pada penutupan pertemuan itu. Setelah dengan praktek-praktek semacam itu mereka diajak menyanyikan lagi, kali ini dengan Kidung No. 154:1
Mara wong dosa wong cilaka
Mareka mring Gusti pamarta
Kang karsa mbirat dosanira
Gusti kang nimbali
Iba ta bungahing atiku
Besuk yen wus pada tinemu
Suci neng daleme ramaku
Nunggil klayan gusti
Pertemuan-pertemuan semacam ini beliau adakan dengan tekun dua kali sebulan, dan dengan demikian dapat menarik massa waktu itu. Selain itu juga mendapat berkat Tuhan, satu diantara mereka ada yang mau percaya, bertobat dan dibaptis oleh Ds. BJ Esser.
Emper/halaman rumah makin lama makin penuh orang saat kebaktian hari Minggu. Akhirnya halaman tersebut tidak mungkin lagi memuatnya. Mereka seia sekata akan mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Sarana kebaktian yang serba darurat itu didirikan disamping rumah. Atapnya dari kajang dan hanya bertiang empat. Mengetahui bagaimana mereka bekerja bergotongroyong, berbicara sederhana tanpa rencana muluk-muluk, kta dapat membayangkan kegembiraan mereka. Hal ini dikatakan oleh Bp. AR. Misael dengan sederhana pula; “Sadherek-sadherek sami sesarengan kempalan ing gereja darurat rumiyin kangge sawatawis”.
Setelah di Cilacap kebun anggur Tuhan meluas. Bp. AR. Misael membutuhkan teman kerja. Hal ini dirundingkan dengan Bp. BJ. Esser.
Dalam rundingannya dengan Bp. BJ. Esser, Bp. AR. Misael mengharapkan sekali adanya sekolah Kristen di Cilacap. Ds. BJ. Esser menyetujui hal itu. Bp. AR. Misael yang sudah berpengalaman dalam hal yang sama di Adireja disuruh mencari murid. Selama sebulan tanpa mengenal lelah, beliau keluar masuk kantor-kantor kabupaten, kecamatan, kawedanan dan kantor-kantor duane di pelabuhan Cilacap. Pada daftarnya telah berisi 125 nama calon murid. Mereka terdiri dari anak-anak “Priyantun” (priyayi), pagawai negeri dan pegawai duane. Daftar tersebut diserahkan kepada Bp. BJ. Esser. Tingkat berikutnya beliau datang menghadap ke departemen Onderwys & Eredients (O&E) sekarang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tanpa kesulitan ijin diperoleh (teogestaan). Sekolah Kristen dibuka pada tanggal 15 Pebruari 1928 di Komprengan Cilacap. Sekolah ini bernama Chr. HJS (Christelyk Holandse Javaanse School) dengan kepala sekolah yang pertama Tuan J. Kamelin. Pembantunya Sdr. Widjomarsono sebagai guru Chr. HJS, dan dibuka dengan kelas I dan kelas II masing-masing satu kelas.
Dalam hal Pekabaran Injil dan kedewasaan, kebaktian hari Minggu dirasakan mantap dan regeng. Pengunjung kebaktian terdiri dari para guru, buruh dan kuli pelabuhan. Berkat Tuhan selalu bertambah-tambah kepada jemaatNya. Anggotanya bertambah-tambah pula, nama Tuhan dimashurkan. Pada tanggal 6 Pebruari 1929 oleh Klasis diijinkan menetapkan jabatan jemaat yaitu jabatan Tua-Tua dan Diaken. Mereka terdiri dari Tua-Tua: Sdr. A. Deux dan Sdr. Yasawikrama, serta Diaken Sdr. Surawidjaja. Mereka diteguhkan pada tanggal 10 Pebruari 1929. pada peneguhan majelis pertama inilah GKJ Cilacap mulai menjadi gereja yang dewasa, sekaligus menjadi tahun berdirinya GKJ Cilacap.
B. PERKEMBANGAN GKJ CILACAP PASCA DEWASA
Dalam perkembangannya lebih lanjut GKJ Cilacap mengajak GKJ Adireja untuk bersama-sama memanggil seorang pendeta, mengingat hal ini akan meringankan beban kedua belah pihak. Jemaat Adireja menyetujui ajakan GKJ Cilacap ini, meskipun Zending juga bersedia membantu pendeta pribumi. Yang dipanggil dan ditetapkan jabatan pendeta Cilacap dan Adireja adalah Ds. AR. Misael tepat pada tanggal 20 Oktober 1931.
Disamping Ds. AR. Misael, juga telah ada seorang pembantu pendeta (guru Injil) baru yaitu Sdr. Pilipus, baik jemaat Cilacap maupun Adireja makin lama makin berkembang, Ds. AR. Misael melayani kedua jemaat tersebut selama 9 tahun, untuk seterusnya dipanggil oleh jemaat Purwokerto pada 19 Desember 1938. Selain Ds. AR Misael, orang-orang yang pernah bekerja di GKJ Cilacap yaitu; Guru Injil Pilipus, Guru Injil Reksosudarmo, Guru Injil Rapon Zacharias, Guru Injil Sudiyono. Selanjutnya pada tanggal 3 Agustus 1940 GKJ Cilacap memanggil Bp. S. Darmosoemarto (Kepala Sekolah Zendings Vervolgschool atau SD Kristen Sidareja) menjadi pendetanya sampai tahun 1952.
Pada tahun 1942 kondisi berubah, bulan Maret 1942 Jepang datang mengalahkan Pemerintahan Kolonial Belanda di Jawa. Orang Kristen mendapat kesulitan sebab dilarang mengabarkan Injil. Semua pendeta Belanda diamankan (diinternir). Zending menjadi rusak. Anggota-anggota Jemaat banyak yang masih lemah imannya, ditambah lagi tempatnya menjadi bertebaran. Rumah Sakit Kristen dibelag (dioper) oleh Jepang. Secara jasmaniah jemaat rusak.
Para Guru Injil dan Guru sekolah Kristen bubar, tersebar kemana-mana karena tidak digaji. Meskipun demikian sementara pahlawan-pahlawan gereja masih ada. Tanpa gaji mereka dengan tekun bekerja. Meskipun mereka menemukan banyak kesulitan, tetapi kesulitan tersebut dipandang lain. Pekerjaan gereja tidak harus berhenti. Nyatanya toh akhirnya gereja-gereja tidak hilang karena zaman Jepang yang serba sulit.
Setelah sekian tahun jaman Jepang lewat, orang-orang tua tersebut ingat dan membandingkannya dengan kehidupan gereja sekarang. Hasil perbandingan inilah agaknya yang menelurkan pendapat bahwa jaman Jepang ialah jaman dimana GKJ Cilacap hidup secara dewasa.
Pada suatu hari, jam 8 pagi Bp. Ds. AR Misael datang ke gereja. Disitu telah berdiri tentara Jepang yang terdiri dari 2 orang kempetai dan tuan Famora sebagai juru bicara. Mereka bertanya apakah ini gereja Belanda, dan dijawab bahwa ini adalah Gereja Indonesia. Kemudian tentara Jepang tersebut minta supaya gereja tersebut ditutup tetapi Bp. Ds. AR Misael menjawab bahwa jika gereja ditutup maka semua masjid juga harus ditutup. Akhirnya diberi keterangan, pada hari apa gereja dibuka dan aturan apa yang diberikan.
Pada waktu Jepang menginternir pendeta-pendeta Zending, di Banyumas hanya ada pendeta bangsa Jawa seorang diri yaitu Ds. AR Misael. Beliau diserahi memimpin seluruh gereja diwilayah Banyumas, termasuk Gereja Kristen Indonesia (GKI). Gereja-gereja tersebut adalah GKJ Purwokerto, GKJ Purbalingga, GKJ dan GKI Cilacap, GKJ dan GKI Banyumas, GKJ Sokaraja, Jemaat-jemaat Kroya, Bangsa, Ajibarang, Jatilawang, Kawunganten, Sidareja dan Adireja.
Pada tahun 1947 ditandatangani sebuah persetujuan Gereja-gereja di Indonesia dan Zending – Zending Luar Negeri (Kwitang Accord). Kemudian setelah itu pada tahun 1948 (Zaman Recomba) Zending diperkenankan kembali ke Karesidenan Banyumas.
Sebagai tindak lanjut dari Kwitang Accord lahirlah Regional Accord (RA), yaitu persetujuan pekabaran Injil antara sinode setempat di Nederland dengan suatu wilayah di Sinode-Sinode GKJ.
Wilayah Banyumas sejak Agustus 1951 pada Sidang Klasis di GKJ Banyumas dipecah menjadi dua yaitu Klasis Banyumas Utara (meliputi Kabupaten Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara) dengan partner Rotterdam serta Klasis Banyumas selatan (meliputi kabupaten Cilacap sebagai Kawedanan Sumpyuh Kecamatan Kebasen dan Lenggen) dengan Heeg sebagai partner, sebagai Gereja Pengutus ditunjuk Heeg dan GKJ Adireja.
Sebagai Gereja Pengutus Heeg dan GKJ Adireja bersama-sama memanggil sebagai Pendeta Utusan : Ds. Soedarmadi dan Ds. A. Wind, juga Zuzter L Goemaat dan RS Van Netten sebagai tenaga di antara kaum wanita. Ds. Wind melayani Pakabaran Injil dari tahun 1951 sampai dengan tahun 1960. setelah Ds. Soedarmadi emeritus tahun 1956, Gereja Pengutus Adireja memanggil Ds. Soeparno (Pendeta Utusan Narapidana di Nusakambangan) sebagai Pendeta Utusan se-Klasis Banyumas Selatan.
Khusus di GKJ Cilacap, setelah Bp. S. Darmosoemarto, dari tahun 1952 sampai Juli 1955 tidak ada tenaga yang melayani GKJ Cilacap. Baru pada 01 Juli 1955 dipanggilah Bp. Soepardjo Wignjosardjono sebagai guru Injil yang kemudian pada bulan Oktober 1956 dipanggil sebagai pendeta dan setelah aplikasi di sekolah Theologia, pada 18 Desember 1957 ditahbiskan sebagai pendeta, bersamaan dengan peresmian gedung gereja baru. Pembuatan gedung gereja tersebut menggunakan biaya jemaat. Bersama-sama mereka mengumpulkan uang sendiri, minta bantuan kepada jemaat-jemaat lain dan minta bantuan kepada Zending. Kemudian sebuah gedung gereja besar tetapi sederhana didirikan dan dibuka pada tanggal 18 Desember 1957 di jalan Johar 25 (kini jalan dr. Wahidin 38 Cilacap).
Seiring dengan peresmian gedung baru dan pentahbisan Bp. Soepardjo Wignjasardjono sebagai pendeta, kehidupan bergereja semakin bertambah semangat dan semakin berkembang. Setelah DS. Soepardjo Wignyasardjono memasuki masa purna tugas, GKJ Cilacap kemudian memanggil Bp. Hadisoebroto, STh sebagai tenaga pembantu pendeta pada tanggal 1 Januari 1976. Beliau ditahbiskan sebagai pendeta GKJ Cilacap pada tanggal 7 September 1978 dan terus melayani hingga Beliau dipanggil Tuhan pada hari Rabu, 16 April 2003. Sebelum Pdt. Hadisoebroto, STh meninggal, GKJ Cilacap telah memanggil dan mentahbiskan Sdr. Yosafat Ari Wibowo, SSi menjadi pendeta di GKJ Cilacap pada hari Rabu 12 Pebruari 2003 dan melayani GKJ Cilacap sampai sekarang.
Dengan demikian, sejak berdirinya GKJ Cilacap 10 Pebruari 1929 hingga sekarang GKJ Cilacap telah dilayani oleh 5 orang Pendeta yaitu :
1. DS. AR. Missael (20 Oktober 1931 – 19 Desember 1938)
2. DS. S. Darmosoemarto (3 Agustus 1940 – tahun 1952)
3. DS. Soepardjo Wignjosardjono (18 desember 1957 – tahun 1977)
4. Pdt. Hadisoebroto,STh (7 September 1978 – 16 April 2003)
5. Pdt. Yosafat Ari Wibowo, SSi (12 Pebruari 2003 – sekarang).
BAB III
PENGENALAN TENTANG GKJ CILACAP
A. KONDISI UMUM KABUPATEN CILACAP
Kabupaten Cilacap merupakan salah satu diantara 35 Kabupaten yang berada di Jawa Tengah, terletak pada koordinat 108“ 4’ 30” – 109” 30’30” garis Bujur Timur dan 7”30” – 7”45’20” Lintang Selatan. Kondisi geografisnya sangat bervariasi, yaitu meliputi dataran rendah, rawa-rawa, pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian mencapai 1,146 m dari permukaan laut. Adapun batas wilayah Kabupaten Cilacap meliputi:
sebelah utara : Kabupaten Brebes dan Banyumas.
sebelah selatan : Samudra Hindia.
sebelah Timur : Kabupaten Kebumen.
sebelah barat : Propinsi Jawa Barat.
Luas wilayah Kabupaten Cilacap mencapai + 225.360 Ha dan merupakan kabupaten yang terluas di Jawa Tengah dengan jumlah penduduk keseluruhan sampai tahun 2004 adalah + 1.685.430 jiwa (terdiri dari + 828.709 laki-laki dan + 829.721 perempuan).
Kondisi sosial masyarakat di Kabupaten Cilacap secara umum berada pada kondisi yang cukup baik, artinya secara prinsipil tidak terdapat tindakan-tindakan yang mengarah pada upaya penggantian ideologi negara, ancaman disintegrasi bangsa serta tindakan-tindakan SARA khususnya yang mengarah pada perpecahan antar etnis, suku dan agama. Dari sisi sosial budaya terdapat kerukunan yang cukup baik meskipun Kabupaten Cilacap memiliki 2 adat istiadat yang berbeda yaitu Jawa dan Sunda, demikian pula dengan kerukunan hidup umat beragama juga menunjukkan suasana yang damai dengan prinsip saling menghormati satu sama lain.
Kabupaten Cilacap mempunyai potensi ekonomi yang cukup besar, baik dari sektor pertanian, pariwisata, kelautan maupun industri dan perdagangan. Hal ini terbukti dengan naiknya laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cilacap setiap tahunnya meskipun pernah mengalami nilai minus pada saat terjadi krisis multidimensional pada tahun 1997, bahkan PAD (pendapatan asli daerah kabupaten Cilacap tahun 2000 mengalami kenaikan sebesar 12,18 %).
Secara administratif, kabupaten Cilacap terbagi dalam 24 kecamatan dan 282 desa/kelurahan. Khusus untuk wilayah eks-kotatip Cilacap terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap Tengah dan Cilacap Utara. Wilayah ini mempunyai karakteristik yang lebih spesifik lagi yaitu letaknya yang dipusat kota dan disepanjang pesisir pantai. Letaknya yang dipusat kota membuat wilayah ini didominasi oleh industri, perdagangan dan pendidikan sehingga pusat keramaian kabupaten Cilacap pun cenderung mengarah pada wilayah ini. Selain itu letaknya yang dikelilingi oleh pantai dan laut dengan pelabuhan alamnya membuat wilayah eks-kotatip Cilacap menjadi kota Pelabuhan dan nelayan yang potensial.
B. KONDISI GKJ CILACAP
GKJ Cilacap terletak di Kelurahan Sidakaya, Kecamatan Cilacap Selatan, dengan demikian GKJ Cilacap berada dalam wilayah eks-kotatif Cilacap. Kondisi wilayah eks-kotatip Cilacap mau tidak mau turut mempengaruhi kehidupan bergereja dan kehidupan warga gereja. Dalam kondisi demikianlah GKJ Cilacap hidup dan bertumbuh.
Kondisi eks-kotatip Cilacap sebagai kota industri dan pelabuhan membuat wilayah ini menjadi salah satu kota tujuan baik bagi para investor, pedagang, maupun wisatawan sehingga banyak menerima masukan dari luar baik masukan yang positif maupun yang negatif. Berbagai orang dengan latar belakang tersebut masuk dan mewarnai kehidupan di wilayah eks-kotatip Cilacap ini, termasuk dalam kehidupan gerejawi di GKJ Cilacap. Warga GKJ Cilacap cukup heterogen, terdiri dari kaum nelayan, buruh, pendidik, pegawai negeri, swasta maupun pengangguran. Mereka juga tidak hanya berasal dari satu wilayah atau satu suku saja (Jawa).
Kemajemukan warga GKJ Cilacap tersebut membuat gereja ini memiliki potensi dan kekayaan budaya dalam menunjang kehidupan bergereja. Latar belakang daerah yang berbeda mengakibatkan para warga mempunyai pengalaman bergereja dan pengalaman iman yang berbeda – beda pula. Perbedaan pengalaman bergereja dan iman inilah yang akan sangat mewarnai kehidupan berjemaat di GKJ Cilacap karena kehidupan berjemaat tidak lepas dari persekutuan hidup antar warga jemaat itu sendiri.
B.1. KEGIATAN PELAYANAN GKJ CILACAP.
Dalam menggembalakan dan memelihara iman warga, GKJ Cilacap menggunakan media-media pelayanan kegiatan yang ada di GKJ Cilacap. Pelayanan yang diberikan oleh GKJ Cilacap terhadap warganya di antaranya ialah melalui:
• kebaktian Minggu, yang dilayankan 3 kali jam kebaktian yaitu pukul 07.00 dan 18.00 WIB dengan pengantar Bahasa Indonesia dan pukul 09.00 dengan pengantar daerah (Jawa). Kebaktian ini dilaksanakan di gedung gereja.
• Selain pelayanan Kebaktian Minggu di gedung GKJ. GKJ Cilacap juga mempunyai 1 (satu) pos Pekabaran Injil yang bertempat di Jojog, yaitu sebuah wilayah di Kelurahan Kutawaru, kecamatan Cilacap Tengah dan letaknya agak terpencil karena untuk mencapai tempat tersebut harus menyeberangi segara Anakan lebih dahulu dengan menggunakan perahu. Pelayanan yang dilakukan oleh GKJ Cilacap untuk wilayah ini diselenggarakan sebulan sekali.
• Pembinaan Kategorial, yang diberikan kepada warga sesuai kelompok usia yang ada di GKJ Cilacap (anak, remaja, dan dewasa). Pembinaan diberikan dalam berbagai wujud kegiatan, diantaranya melalui Pemahaman Alkitab, Persekutuan Doa, Sarasehan, Kebaktian Anak dan Katekisasi. Untuk pembinaan warga dewasa dibagi dalam kategori pemuda, ibu-ibu, bapak-bapak, dan Adiyuswa.
• Tradisi Kristen, GKJ Cilacap juga melakukan pembinaan-pembinaan dengan menggunakan tradisi-tradisi Kristen (khususnya GKJ). Pembinaan ini diantaranya adalah Kebaktian Hari Besar Kristen, Kebaktian Hari Besar Nasional, MPDK, MPHB, dan Pepenkris (Pekan Pendidikan Kristen).
Dalam melakukan pembinaan kepada warga, GKJ Cilacap melalui Majelis telah membentuk komisi-komisi yang membantu tugas penggembalaan dan pemeliharaan iman warga. Komisi-komisi yang membantu Majelis GKJ Cilacap.
• Komisi Anak
• Komisi Pemuda Remaja.
• Komisi Dewasa (bidang Wanita & Bapak)
• Komisi Adi Yuswa
• Komisi Kehartaan
• Komisi Hari Besar Kristen
• Komisi Paduan Suara dan Musik
• Komisi Raga Rumanti
• Komisi Pendidikan & Bea Siswa
Melalui komisi-komisi inilah GKJ Cilacap bertumbuh dan berkembang bersama sebagai gereja yang dewasa. Tiap komisi yang ada didampingi oleh Majelis bidang masing-masing, sehingga perkembangan yang ada dapat terpantau.
B.2 KEADAAN WARGA GKJ CILACAP
Keanggotaan warga GKJ Cilacap sampai dengan akhir tahun 2004 berjumlah: 1.084 orang, terdiri dari: Warga dewasa 787 orang & Warga anak 297 orang. Warga GKJ Cilacap ini terbagi dalam 14 wilayah/blok pelayanan.
Keadaaan kota Cilacap sebagai salah satu kota tujuan pekerja turut mempengaruhi mata pencaharian warga GKJ. Sebagaian besar warga GKJ Cilacap berasal dari luar daerah dan diantara mereka banyak yang bekerja sebagai karyawan di pusat-pusat industri yang tersebar di kota Cilacap. Sebagian lagi bekerja sebagai pegawai negeri, sebagai pendidik dan wiraswasta.
B. 3 HUBUNGAN GKJ CILACAP DENGAN DUNIA SEKITARNYA
GKJ Cilacap hidup dan berkembang berdampingan dengan kemajemukan yang ada disekitarnya, sehingga GKJ Cilacap tidak dapat menutup mata dengan keadaan yang berkembang disekitarnya. Kemajemukan dan perkembangan kehidupan di sekitar GKJ Cilacap juga turut membantu kedewasaan GKJ Cilacap dalam mensikapi dan menanggapi dunia sekitarnya tanpa meninggalkan identitas dirinya. Kedewasaan GKJ dapat dilihat melalui beberapa hal, salah satunya melalui keterbukaannya dengan dunia sekitarnya.
Keterbukaan tersebut dapat dilihat dalam hubungan GKJ dengan beberapa hal, diantaranya:
a. Hubungan dengan Budaya
Keberadaan GKJ Cilacap pertama kali bersinggungan dengan masyarakat sekitar yang mempunyai latar belakang sendiri. Singgungan ini terjadi antara gereja sebagai institusi maupun gereja dalam hakekatnya (jemaat) dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat di sekitar gereja adalah masyarakat Jawa, mereka mempunyai budaya Jawa yang masih kuat dipegang dalam kehidupannya. Warga GKJ Cilacap, yang notabene adalah orang Jawa, mereka juga mengenal dan bahkan memelihara budaya tersebut. Gereja memandang bahwa itu adalah realitas yang tidak dapat ditolak, sehingga gereja menyikapi hal ini secara positif, dalam arti gereja terbuka dengan kebudayaan yang ada dan dapat menerimanya sejauh tidak bertentangan dengan ajaran agama Kristen. Dengan membuang unsur-unsur filsafati dalam budaya dan menggantinya dengan iman Kristen, GKJ Cilacap memakai budaya sebagai sarana pemeliharaan iman dan penggembalaan terhadap warganya.
b. Hubungan dengan Agama lain
GKJ Cilacap menyadari bahwa keberadaannya terhubung dengan masyarakat yang mempunyai beragam kepercayaan. Oleh karena itu GKJ Cilacap dalam mengungkapkan imannya tidak secara exklusif – fanatis, namun diungkapkan secara insklusif. Keberadaan agama atau kepercayaan disekitar gereja adalah realitas sosial yang harus direspon secara dewasa oleh gereja, dan sikap dewasa ini ditunjukkan oleh GKJ Cilacap dengan menjalin hubungan kerja sama dengan pemeluk agama-agama lain. Kerja sama ini dapat dilihat melalui turut sertanya GKJ Cilacap (institusi/Individu) dalam berbagai hal yang berhubungan dengan kerukunan umat beragama, salah satunya adalah melalui Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB).
Melalui sikap terbuka menerima keberadaan agama-agaman lain maka akan semakin menunjukkan jati diri GKJ Cilacap sebagai gereja yang benar-benar mampu menempatkan diri dalam masyarakat yang majemuk. Agama-agama lain bukan dipandang sebagai ancaman keberadaan gereja tetapi sebaliknya, keberadaan mereka menjadi mitra kerja dan mitra dialog dalam menghadapi segala permasalahan yang mengancam kehidupan bersama.
c. Hubungan dengan Pemerintah
GKJ Cilacap memandang Pemerintah sebagai pelindung dan fasilitator dalam kehidupan beragama, pemerintah menjamin setiap kehidupan beragama. Berdasar pengertian ini maka sudah tentu setiap agama harus mempunyai hubungan yang erat dengan Pemerintah, namun bukan berarti saling mencampuri dan menguasai, tiap pihak tetap ditempatkan pada wewenang masing-masing.
GKJ Cilacap hidup dalam Pemerintahan Kabupaten Cilacap. Hubungan dengan Pemerintah Kabupaten Cilacap menunjukkan hubungan yang baik. Hubungan yang terjadi adalah hubungan kerja sama yang saling mendukung antara kehidupan bergereja dan bernegara. Gereja mendukung kebijakan pemerintah dan menggembalakan warganya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikian juga pemerintah memberikan perlindungan dalam penyelenggaraan kehidupan bergereja. Salah satu wujud kerja sama antara GKJ Cilacap dengan Pemerintah Kabupaten Cilacap adalah dalam hal meningkatkan iman para warga khususnya yang beragama Kristen, yaitu melalui siaran langsung acara kebaktian Minggu Pagi di GKJ Cilacap melalui Radio Suara Bercahaya yang berada di bawah naungan Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Cilacap.
BAB IV
GKJ CILACAP : KINI DAN KEMUDIAN
A. KEHIDUPAN GKJ CILACAP : KINI
GKJ Cilacap merupakan hasil pekerjaan penyelamatan Allah didunia ini dan karena itu juga menjadi tugas dan tanggungjawab GKJ Cilacap dalam memelihara keselamatan warganya terlebih lagi membagikan keselamatan kepada orang yang belum mendapatkannya.
Kesadaran GKJ Cilacap akan tugas panggilannya ini ditanggapi dalam keseluruhan kehidupan bergereja yang pada hakekatnya berorientasi untuk pemeliharaan rohani warganya. Pemeliharaan keselamatan/iman warga gereja diwujudkan dalam pelayanan-pelayanan rutin maupun insidentil kepada warga, diantaranya pelayanan kebaktian, Pemahaman Alkitab, Persekutuan Doa, Sarasehan, dan bidston Syukur.
Kehidupan bergereja GKJ Cilacap bukan hanya memperhatikan masalah pemeliharaan rohani semata, namun pemeliharaan jasmani/kesejahteraan, yang merupakan perwujudan iman, juga menjadi perhatian gereja. Selain pemeliharaan rohani terhadap warga, GKJ Cilacap juga menyediakan pelayanan kesehatan secara berkala kepada warga melalui program-program diakonia, dan saat ini ada kurang lebih 25 jiwa yang menjadi rawatan diakonia.
Keberadaan GKJ Cilacap dengan segala kemampuannya berusaha untuk dapat melayani semua warganya, namun usaha yang sudah dilakukan tersebut bukannya tanpa kesulitan. Pelayanan yang sudah baik di GKJ Cilacap ternyata masih dapat dikembangkan lagi kearah yang lebih baik lagi. Hal ini masih dapat dipahami dengan munculnya hal-hal yang menjadi tantangan dan menjadi harapan bersama dalam kehidupan bergereja.
Beberapa hal yang menjadi tantangan dan harapan bersama tersebut diantaranya ialah:
1. GKJ Cilacap tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Jawa, sehingga hidupnya harus menyatu dengan masyarakat serta budaya yang ada. Budaya yang ada dan berpengaruh dalam kehidupan bergereja tidak semuanya mendukung perkembangan dan kedewasaan gereja. Salah satu budaya jawa yang kurang mendukung kedewasaan kehidupan bergereja adalah paham paternalistic yang pada akhirnya menumbuhkan pandangan Bapakisme dalam kehidupan bergereja. Sebagian warga GKJ Cilacap masih memiliki pandangan yang demikian. Hal ini terlihat dalam bidston-bidston yang diadakan warga. Kurang sempurna kalau tidak dihadiri oleh Pendeta dan seolah kehadiran pendeta menjadi Barometer/ukuran keberhasilan acara tersebut. Sikap warga gereja yang demikian tidak semuanya salah, sikap tersebut ada karena mereka menghormati dan menempatkan pendeta pada tempatnya sebagai bapak jemaat. Namun warga harus sadar bahwa ada bahaya yang mengancam bila hal ini tidak diperbaharui, kehidupan gereja menjadi statis dan ada ketergantungan pada satu pribadi. Hal ini akan melemahkan gereja.
2. Perkembangan warga GKJ Cilacap yang cenderung terus bertambah mengharuskan gereja untuk memperhatikan pelayanan kepada mereka secara optimal. Pembinaan, pelayanan, dan perhatian kepada jemaat menjadi agenda utama dalam rangka pemeliharaan iman mereka. Namun pelayanan yang sudah diberikan kepada warga tetap dirasakan warga kurang maksimal, hal ini terungkap dengan harapan warga untuk dapat dikunjungi oleh Pendeta. Dalam hal inilah keterbatasan pembina/tenaga dirasakan, dimana tenaga/pembina diartikan sebagai pendeta, padahal tugas pembinaan kepada warga juga menjadi tanggungjawab majelis gereja, selain itu masih ada komisi-komisi dan warga awam dalam membantu pembinaan rohani terhadap warga gereja. Dengan demikian pada dasarnya keterbatasan tenaga terjadi karena belum maksimalnya keikutsertaan setiap unsur gereja dalam pembinaan kepada warga. Dan untuk dapat merekrut mereka dalam tugas pembinaan bersama adalah dengan membekali mereka dalam tugas pelayanan gereja.
3. Pertumbuhan gereja akan semakin hidup jikalau setiap warga gereja turut berpartisipasi dan aktif ambil bagian dalam setiap kegiatan gereja. Hal inilah yang menjadi harapan GKJ Cilacap kepada warganya untuk aktif berpartisipasi dalam kehidupan bergereja. GKJ Cilacap masih berusaha untuk memberdayakan warganya guna mendukung dan ambil bagian dalam setiap kegiatan/pelayanan yang dilakukan oleh gereja. Upaya pemberdayaan warga terus dilakukan karena GKJ Cilacap melihat bahwa partisipasi warga dalam kegiatan gereja (PA,PD,Sarasehan,Komisi-komisi) belum memenuhi harapan gereja. Inilah salah satu focus perhatian GKJ Cilacap dalam menuju pertumbuhan dan kehidupan gereja yang semakin hidup.
B. KEHIDUPAN GKJ CILACAP : KEMUDIAN
Melihat keberadaan GKJ Cilacap dengan kehidupan pelayanannya, kita mendapatkan kesan bahwa GKJ Cilacap merupakan gereja yang dewasa dan hidup. Pelayanan yang diberikan kepada warga telah dilakukan dengan segala kemampuannya, namun dari pengenalan terhadap GKJ Cilacap ada potensi yang belum terakomodasi. Potensi yang cukup baik dan potensial untuk perkembangan kehidupan jemaat, dapat digali dan digunakan untuk membawa GKJ Cilacap menuju gereja yang visioner dan missioner.
1. memperhatikan potensi-potensi (terkhusus SDM) yang ada di GKJ Cilacap sangat memungkinkan bagi GKJ Cilacap untuk mengembangkan pelayanan kepada warga secara lebih optimal.dengan banyak warga yang terpelajar dan dari berbagai bidang ilmu memberikan kesempatn GKJ Cilacap untuk dpat melayani secara lebih professional. Pandangan Bapakisme dan anggapan keterbatasan tenaga/pembina dapat diatasi salah satunya dengan pengkaderan warga gereja dengan potensi masing-masing. Dari pandangan Bapakisme dapat diambil sisi positifnya, bahwa hal itu dapat menjadi kesempatan yang baik bagi seorang pendeta untuk berfungsi sebagai pengader bagi majelis gereja dan komisi-komisi. Dengan pengaderan ini pendeta akan dapat bekerja sama dengan majelis maupun komisi dalam tugas pelayanan bersama, melalui pemberdayaan majelis dan komisi maka bapakisme sedikit demi sedikit akan terkikis. Dengan kaderisasi secara berkesinambungan juga akan menepis anggapan kurangnya tenaga untuk membina kerohanian warga.
2. Selain pemberdayaan fungsionaris gereja, tidak kalah penting adalah pembinaan dan pengkaderan warga gereja. Warga GKJ Cilacap yang mempunyai latar belakang bidang ilmu yang berbeda (social, kesehatan, tehnik, pendidikan, ekonomi, hukum, peternakan, & seni) dapat diberdayakan untuk masuk dalam pelayanan dan pengembangan GKJ Cilacap. Mereka dapat memberikan kemampuannya bagi perkembangan gereja sesuai dengan bidang ilmunya. Pelayanan kesejahteraan yang ada di GKJ Cilacap sekarang ini (pendidikan & kesehatan) dapat ditambah lagi dengan pelayanan-pelayanan yang lain (ketrampilan wiraswasta, perekonomian). Dengan pemberdayaan warga mengenai tugas dan tanggung jawabnya dalam kehidupan bergereja diharapkan kehidupan GKJ Cilacap terus berkembang seiring tuntutan jaman.
3. Hubungan baik GKJ Cilacap dengan dunia sekitarnya menjadi kesempatan yang berharga bagi GKJ Cilacap untuk berpartisipasi dalam kehidupan bersama dalam Pemerintahan kabupaten Cilacap. Adanya jaminan dan kebebasan umat beragama menjadikan GKJ Cilacap leluasa menjalankan/ melakukan kehidupan religiusnya. Dengan jaminan itu GKJ Cilacap turut serta dalam mendukung kehidupan bernegara, GKJ Cilacap dapat memberikan saran, kritik dan pandangannya. GKJ Cilacap senantiasa terpanggil untuk memikirkan bangsa dan negera, kepedulian ini antara lain diwujudkan dengan mendoakan Pemerinatah setiap ibadah, menggembalakan warganya dalam kehidupan bernegara, pembangunan mental, pembinaan kepribadian yang baik, memfungsikan suara kenabian di tengah pekerjaan mereka. Selain meningkatkan hubungan dengan Pemerintah, keterbukaan dan hubungan GKJ Cilacap dengan agama lain juga menjadi kesempatan bagi GKJ Cilacap untuk terjun dalam pembangunan masyarakat melalui media kerukunan antar umat beragama. Bersama-sama dengan agama-agama lain GKJ Cilacap peduli dan mencari solusi bagi penyelesaian permasalahan sosial kemasyarakat. Perkembangan teknologi yang semakin maju dapat dipakai sebagai kesempatan bagi GKJ Cilacap untuk bertumbuh dn memberikan pelayanan yang lebih baik kepada warga melalui teknologi yang ada )siaran radio, komputer, & internet).
C. PENUTUP
Demikian sekilas sejarah Gereja Kristen Jawa Cilacap dari awal hingga kedewasaannya tepat saat pembuatan sejarah ini yaitu pada hari Minggu, 07 Agustus 2005. Kiranya perjalanan, perkembangan dan kedewasaan GKJ Cilacap ini dapat menjadi berkat bagi segenap warga dan masyarakat yang mendukung GKJ Cilacap selama ini dan akan tetap mengembangkan dan senantiasa mengabarkan Injil kepada masyarakat disekitarnya. Gereja yang tercinta ini bagaikan bunga bakung yang tumbuh dilembah terhimpit dan terhambat namun tetap hidup serta berkembang memberikan bunga yang indah dan bersih, karena mempunyai Raja di Raja yang Maha Kuasa dan kekal. Puji Tuhan.
Sejarah GKJ Cilacap
6:15 PM
Subscribe to:
Posts (Atom)